Sabalenka Lolos ke Semifinal WTA Finals, Kalahkan Juara Bertahan Gauff
Aryna Sabalenka (peringkat 1 dunia asal Belarus) memastikan langkahnya ke babak semifinal 2025 WTA Finals di Riyadh, Arab Saudi. Kepastian ini didapat setelah ia menaklukkan juara bertahan, Coco Gauff (peringkat 3 asal AS), dalam pertandingan ketiga Grup Steffi Graf pada Kamis (6/11) waktu setempat. Sabalenka tampil dominan dan menang dua set langsung dengan skor 2-0 (7-6, 6-2). Kemenangan ini mengukuhkan posisinya sebagai juara grup dengan rekor sempurna 3-0.
Kunci Sukses: Pentingnya Gerakan Kaki (Footwork)
Di balik kemenangan Sabalenka dan performa para petenis elit lainnya di Riyadh, terdapat satu elemen fundamental yang seringkali terabaikan oleh penonton: footwork atau gerakan kaki. Keberhasilan di lapangan bukan hanya soal kekuatan pukulan. Greg Garber dari WTA Tour, dalam analisisnya bertajuk “Inside the split-second world of elite footwork,” menyoroti fakta ini.
Menurutnya, meski servis keras, forehand dahsyat, atau backhand winner yang menyambar garis menuai decak kagum, semua aksi itu tidak akan mungkin terjadi jika sang atlet gagal mencapai posisi optimal untuk memukul bola. Para pemain dan pelatih di WTA Finals setuju bahwa footwork yang solid adalah syarat mutlak di level tertinggi.
Pandangan Pelatih dan Pemain Bintang
Pentingnya gerakan kaki ini ditegaskan oleh para pelatih dan pemain top dunia. Anton Dubrov, pelatih Aryna Sabalenka, bahkan memberikan pernyataan tegas. “Tenis adalah 90% soal gerakan kaki,” ujarnya.
Pandangan serupa datang dari berbagai penjuru:
-
Iga Swiatek (Peringkat 2 dunia): “Itu (footwork) krusial.”
-
Jean-Christophe Forel (Pelatih Coco Gauff): “Saya jauh lebih sering membahas gerakan kaki daripada teknik.”
-
Chris Evert (Juara Grand Slam 18 kali): “Vital (sangat penting).”
-
Simona Halep (Mantan peringkat 1 dunia): “Bagi saya, itu yang paling penting.”
-
Angelique Kerber (Mantan peringkat 1 dunia): “Tanpa gerakan kaki yang baik, Anda tidak bisa memiliki mentalitas yang baik.”
Sains di Balik Gerakan Kaki
Greg Garber menjelaskan bahwa dalam satu tahun, seorang pemain bisa melakoni 60 laga, dengan rata-rata 130 poin per pertandingan. Jika setiap poin membutuhkan 2-3 gerakan defensif, itu berarti mereka harus mengejar bola lebih dari 20.000 kali setahun—ke kiri, kanan, depan, belakang, dan diagonal. Sukses dimulai dari kaki.
Secara biomekanik, proses ini luar biasa cepat. Kaki manusia memiliki sekitar 200.000 reseptor sensorik yang mengirimkan informasi (seperti tekanan dan tekstur) ke otak melalui jalur saraf sepanjang 1,5 meter. Otak memproses data dan mengirim perintah kembali ke kaki. Seluruh proses ini terjadi hanya dalam 0,25 detik. “Jika gerakan kaki salah, langkah di lapangan terasa sangat membingungkan,” ungkap Ons Jabeur.
Bukan Sekadar Cepat, Tapi Soal Penyesuaian
Memiliki kecepatan saja tidak cukup. Pelatih Coco Gauff, Forel, menjelaskan perbedaan penting. “Coco cepat, tapi cepat bukan berarti gerakan kakinya bagus,” katanya. “Gerakan kaki adalah soal kemampuan penyesuaian. Anda bisa saja cepat, tetapi jika kaki berada di posisi yang salah, teknik yang baik pun tidak akan berfungsi.”
Pemain top seperti Gauff harus mampu menggabungkan serangan dan pertahanan. Namun, Forel mencatat bahwa lebih dari separuh pukulan dalam pertandingan seringkali dilakukan dalam posisi tidak seimbang.
Adaptasi Gaya dan Posisi Netral
Gaya bermain juga memengaruhi kebutuhan footwork. Pemain dengan postur lebih pendek harus mengandalkan kecepatan. “Saya tidak tinggi (1m67), jadi penting untuk bergerak cepat dan mengasah antisipasi,” kenang Simona Halep. Hal serupa dialami Jasmine Paolini (1m62), yang dijuluki ‘Skuter’ oleh rekan gandanya.
Pada akhirnya, inti dari footwork elit adalah kemampuan untuk kembali ke ‘posisi netral’ di tengah lapangan secepat mungkin. “Pemain zaman sekarang memukul sangat keras ke sudut, jadi kemampuan bertahan dan kembali netral sangat esensial untuk bertahan,” ujar Mark Merklein, pelatih Jessica Pegula.
Selain itu, penting pula menjaga jarak optimal dengan bola. “Kami sering membahas ini pada forehand Maddy (Madison Keys),” kata Bjorn Fratangelo, pelatih Keys. “Forehand-nya adalah senjata, tapi bisa jauh lebih kuat jika dia memberi ruang lebih. Terkadang dia terlalu dekat sehingga ayunannya tidak maksimal.”